Jumat, 28 Juni 2013

Aborsi

oleh: Moh. Hasyim Abd. Qadir


PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang manyoritas penduduknya beragama Islam dan kental dengan adat ketimuran, ini melambangkan Indonesia sebagai negara yang serat akan nilai-nilai relegius, namun dewasa ini kesan tersebut mulai dicederai dengan berbagai kasus yang bisa menghilangkan nilai-nilai tersebut, ini terjadi khususnya didunia anak muda, salah satunya adalah maraknya kasus aborsi. 
Wacana kasus aborsi yang terjadi di Indonesia  banyak termotifasi dari akibat pergaulan bebas, mulai dari bangku sekolah, perguruan tinggi sampai eksekutif muda dan berbagai kalangan lainnya, sungguh memprihatinkan bila hal semacam ini terus menurus terjadi dalam masyarakat Indonesia karena kasus ini bisa memporak-porandakan nilai-nilai normatif yang ada.
Aborsi bukan sekedar masalah agama semata tapi ini juga berkaitan dengan problem sosial (etika/moral) selain juga ada keterkaitan dengan medis, namun penekanan bahasan disini adalah pandangan Islam dan hukum positif  terhadap aborsi dan bagaimana sanksi hukum bagi pelaku aborsi itu sendiri, sehingga kiranya ini bisa menjadi telaah masyarakat khususnya kaum remaja.


DISKRIPSI MASALAH
Di Indonesia dewasa ini marak sekali terjadi tindakan aborsi, dalam berita-barita kriminal hampir setiap hari ada berita tentang praktek tersebut, berbicara tentang aborsi tidak terlepas dari keberadaan wanita hamil yang dalam proses kehamilannya terdapat face-face yaitu pertumbuahan janin mulai dari sebelum ditupkannya ruh sampai ditiupkannya ruh kedalam janin itu sendiri, bagaimana hukum Islam menyikapi hal tersebut?.
Aborsi adalah pengguguran kehamilan yang berarti tidak menghendahi adanya kehidupan calon bayi yang akan dilahirkan, dalam hal ini bagaimana Islam memberikan sanksi dalam pencegahan kehidupan bagi calon bayi baik bagi pelaku aborsi atau yang membantu dalam tindakan tersebut, apakah bisa dikatagorikan sama dengan pembunuhan biasa yang harus diqishos, karena sama-sama tidak menginginkan adanya kehidupan dan disengaja, Dan bagaimana hukum positif menyikapi aborsi?

PENGERTIAN ABORSI
Aborsi secara umum adalah berakhirnya suatu kehamilan  sebelum buah kehamilan tersebut mampu untuk hidup di luar kandungan. Secara lebih spesifik, Ensiklopedia Indonesia memberikan definisi aborsi : Pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 28 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1.000 gram. Dalam definisi lain dinyatakan; aborsi adalah pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram. Aborsi merupakan suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh.
Dalam dunia kedokteran dikenal 3 macam aborsi, yaitu:
1.  Aborsi Spontan/ Alamiah atau Abortus Spontaneus; berlangsung tanpa tindakan apapun. Kebanyakan disebabkan karena kurang baiknya kualitas sel telur dan sel sperma.
2. Aborsi Buatan/ Sengaja atau Abortus Provocatus Criminalis; pengakhiran kehamilan sebelum usia kandungan 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram sebagai suatu akibat tindakan yang disengaja dan disadari oleh calon ibu maupun si pelaksana aborsi (dokter, bidan atau dukun beranak)
3. Aborsi Terapeutik/ Medis atau Abortus Provocatus Therapeuticum; pengguguran kandungan buatan yang dilakukan atas indikasi medik. Sebagai contoh, calon ibu yang sedang hamil tetapi mempunyai penyakit darah tinggi menahun atau penyakit jantung yang parah yang dapat membahayakan baik calon ibu maupun janin yang dikandungnya. Tetapi ini semua atas pertimbangan medis yang matang dan tidak tergesa-gesa.
Pelaksanaan aborsi adalah sebagai berikut. Kalau kehamilan lebih muda, lebih mudah dilakukan. Makin besar makin lebih sulit dan resikonya makin banyak bagi si ibu, cara-cara yang dilakukan di kilnik-klinik aborsi itu bermacam-macam, biasanya tergantung dari besar kecilnya janinnya.
1. Abortus untuk kehamilan sampai 12 minggu biasanya dilakukan dengan MR/ Menstrual Regulation yaitu dengan penyedotan (semacam alat penghisap debu yang biasa, tetapi 2 kali lebih kuat).
2.  Pada janin yang lebih besar (sampai 16 minggu) dengan cara Dilatasi & Curetage.
3. Sampai 24 minggu. Di sini bayi sudah besar sekali, sebab itu biasanya harus dibunuh lebih dahulu dengan meracuni dia. Misalnya dengan cairan garam yang pekat seperti saline. Dengan jarum khusus, obat itu langsung disuntikkan ke dalam rahim, ke dalam air ketuban, sehingga anaknya keracunan, kulitnya terbakar, lalu mati.
4. Di atas 28 minggu biasanya dilakukan dengan suntikan prostaglandin sehingga terjadi proses kelahiran buatan dan anak itu dipaksakan untuk keluar dari tempat pemeliharaan dan perlindungannya.
5. juga terkadang memakai operasi Sesaria seperti pada kehamilan yang biasa.

FAKTA DAN DATA ABORSI
Data-data statistik yang ada telah membuktikannya. Di luar negeri, khususnya di Amerika Serikat, dua badan utama, yaitu Federal Centers for Disease Control (FCDC) dan Alan Guttmacher Institute (AGI), telah mengumpulkan data aborsi yang menunjukkan bahwa jumlah nyawa yang dibunuh dalam kasus aborsi di Amerika — yaitu hampir 2 juta jiwa — lebih banyak dari jumlah nyawa manusia yang dibunuh dalam perang mana pun dalam sejarah negara itu. Sebagai gambaran, jumlah kematian orang Amerika Serikat dari tiap-tiap perang adalah: Perang Vietnam 58.151 jiwa, Perang Korea 54.246 jiwa, Perang Dunia II 407.316 jiwa, Perang Dunia I 116.708 jiwa, Civil War (Perang Sipil) 498.332 jiwa. Secara total, dalam sejarah dunia, jumlah kematian karena aborsi jauh melebihi jumlah orang yang meninggal dalam semua perang jika digabungkan sekaligus.
Di Indonesia, pelaku aborsi jumlahnya juga cukup signifikan. Walaupun  frekuensi terjadinya aborsi sangat sulit dihitung secara akurat, akan tetapi berdasarkan perkiraan dari BKBN, ada sekitar 2.000.000 kasus aborsi yang terjadi setiap tahunnya di Indonesia. Berarti ada 2.000.000 nyawa yang dibunuh setiap tahunnya secara keji tanpa banyak yang tahu.  Konsultan Seks, Dr. Boyke Dian Nugraha, menyatakan, setiap tahun terjadi 750.000 sampai 1,5 juta aborsi di Indonesia,  dan Pada 9 Mei 2001 Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan (waktu itu) Dra. Hj. Khofifah Indar Parawansa menyatakan, “Angka aborsi saat ini mencapai 2,3 juta dan setiap tahun ada trend meningkat”.
Dan ternyata pula, data tersebut selaras dengan data-data pergaulan bebas di Indonesia yang mencerminkan dianutnya nilai-nilai kebebasan yang sekularistik. Mengutip hasil survei yang dilakukan Chandi Salmon Conrad di Rumah Gaul binaan Yayasan Pelita Ilmu Jakarta, Prof. Dr. Fawzia Aswin Hadis pada Simposium Menuju Era Baru Gerakan Keluarga Berencana Nasional, di Hotel Sahid Jakarta mengungkapkan ada 42 % remaja yang menyatakan pernah berhubungan seks; 52 % di antaranya masih aktif menjalaninya. Survei ini dilakukan di Rumah Gaul Blok M, melibatkan 117 remaja berusia sekitar 13 hingga 20 tahun. Kebanyakan dari mereka (60 %) adalah wanita. Sebagian besar dari kalangan menengah ke atas yang berdomisili di Jakarta Selatan.
Aborsi itu dilakukan dengan berbagai alasan,  diantaranya disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :

1. Alasan sosial ekonomi untuk mengakhiri kehamilan dikarenakan tidak mampu membiayai atau membesarkan anak.
2. Adanya alasan bahwa seorang wanita tersebut ingin membatasi atau menangguhkan perawatan anak karena ingin melanjutkan pendidikan atau ingin mencapai suatu karir tertentu.
3. Alasan usia terlalu muda atau terlalu tua untuk mempunyai bayi.
4. Akibat adanya hubungan yang bermasalah (hamil diluar nikah) atau kehamilan karena perkosaan dan incest sehingga seorang wanita melakukan aborsi karena menganggap kehamilan tersebut merupakan aib yang harus ditutupi.
5. Alasan bahwa kehamilan akan dapat mempengaruhi kesehatan baik bagi si ibu maupun bayinya. Dan  untuk alasan ini aborsi dapat dibenarkan.


ABORSI DALAM PANDANGAN ISLAM
Aborsi merupakan suatu pembunuhan terhadap hak hidup seorang manusia, jelas merupakan suatu dosa besar. setiap muslim meyakini bahwa siapapun membunuh manusia, hal ini merupakan membunuh semua umat manusia[1]. Allah juga memperingatkan bahwa tidak dibenarkan membunuh anak karena takut akan kemiskinan atau tidak mampu membesarkannya secara layak[2].
Dalam studi hukum Islam, terdapat  beberapa pandangan tentang aborsi, yaitu: a, jika calon ibu melakukan aborsi setelah ditiupkannya ruh, yaitu setelah 4 (empat) bulan masa kehamilan, maka semua ulama ahli fiqih (fuqoha) sepakat akan keharamannya, b, jika aborsi dilakukan sebelum ditiupkannya ruh. para ulama fiqih berbeda pendapat Sebagian memperbolehkan dan sebagiannya mengharamkannya,[3] dan yang memperbolehkan aborsi sebelum peniupan ruh, antara lain Muhammad Ramli (w. 1596 M) dalam kitabnya An Nihayah dengan alasan karena belum ada makhluk yang bernyawa. Ada pula yang memandangnya makruh, dengan alasan karena janin sedang mengalami pertumbuhan, dan yang mengharamkan aborsi sebelum peniupan ruh antara lain Ibnu Hajar (w. 1567 M) dalam kitabnya At Tuhfah dan Al Ghazali dalam kitabnya Ihya` Ulumiddin. Bahkan Mahmud Syaltut, mantan Rektor Universitas Al Azhar Mesir berpendapat bahwa sejak bertemunya sel sperma dengan ovum (sel telur) maka aborsi adalah haram, sebab sudah ada kehidupan pada kandungan yang sedang mengalami pertumbuhan dan persiapan untuk menjadi makhluk baru yang bernyawa yang bernama manusia yang harus dihormati dan dilindungi eksistensinya. Akan makin jahat dan besar dosanya, jika aborsi dilakukan setelah janin bernyawa, dan akan lebih besar lagi dosanya kalau bayi yang baru lahir dari kandungan sampai dibuang atau dibunuh.
Adapun nash-nash yang mendukung penjelasan diatas antara lain:
artinyaDan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena kemiskinan. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-An’aam [6]: 151)
artinya Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut miskin. Kami akan memberikan rizki kepada mereka dan kepadamu.” (Qs. al-Isra` [17]: 31)
artinya Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan (alasan) yang benar (menurut syara’).” (Qs. al-Isra` [17]: 33(
Berdasarkan dalil-dalil ini maka aborsi adalah haram pada kandungan yang bernyawa atau telah berumur 4 bulan, sebab dalam keadaan demikian berarti aborsi itu adalah suatu tindak kejahatan pembunuhan yang diharamkan Islam.
Namun, dibolehkan melakukan aborsi  setelah peniupan ruh padanya, jika dokter yang terpercaya menetapkan bahwa keberadaan janin dalam perut calon ibu akan mengakibatkan kematian (bahaya) baginya, maka dalam kondisi seperti ini, dibolehkan melakukan aborsi dan mengupayakan penyelamatan kehidupan jiwa calon ibu, Kaidah fiqih dalam masalah ini menyebutkan:
 Jika berkumpul dua madharat (bahaya) dalam satu hukum, maka dipilih yang lebih ringan madharatnya.”[4]
Berdasarkan kaidah ini, seorang wanita dibolehkan menggugurkan kandungannya jika keberadaan kandungan itu akan mengancam hidupnya, meskipun ini berarti membunuh janinnya. Memang mengggugurkan kandungan adalah suatu mafsadat. Begitu pula hilangnya nyawa sang ibu jika tetap mempertahankan kandungannya juga suatu mafsadat. Namun menggugurkan kandungan janin itu lebih ringan madharatnya daripada menghilangkan nyawa calon ibunya, atau membiarkan kehidupan ibunya terancam dengan keberadaan janin tersebut.
Adapun Pendapat yang menyatakan bahwa aborsi diharamkan sejak pertemuan sel telur dengan sel sperma dengan alasan karena sudah ada kehidupan pada kandungan, adalah pendapat yang tidak kuat. Sebab kehidupan sebenarnya tidak hanya wujud setelah pertemuan sel telur dengan sel sperma, tetapi bahkan dalam sel sperma itu sendiri sudah ada kehidupan, begitu pula dalam sel telur, meski kedua sel itu belum bertemu. karena kehidupan adalah “sesuatu yang ada pada organisme hidup.” (asy syai` al qa`im fi al ka`in al hayyi). Dan ciri-ciri adanya kehidupan adalah adanya pertumbuhan, gerak, iritabilita, membutuhkan nutrisi, perkembangbiakan, dan sebagainya. Dengan pengertian kehidupan ini, maka dalam sel telur dan sel sperma (yang masih baik, belum rusak) sebenarnya sudah terdapat kehidupan, sebab jika dalam sel sperma dan sel telur tidak ada kehidupan, niscaya tidak akan dapat terjadi pembuahan sel telur oleh sel sperma. Jadi, kehidupan sebenarnya terdapat dalam sel telur dan sel sperma sebelum terjadinya pembuahan, bukan hanya ada setelah pembuahan[5].
Berdasarkan penjelasan ini, maka pendapat yang mengharamkan aborsi setelah pertemuan sel telur dan sel sperma dengan alasan sudah adanya kehidupan, adalah pendapat yang lemah, sebab tidak didasarkan pada pemahaman fakta yang tepat akan pengertian kehidupan. Pendapat tersebut secara implisit menyatakan bahwa sebelum terjadinya pertemuan sel telur dan sel sperma, berarti tidak ada kehidupan pada sel telur dan sel sperma.
Kalau mengacu pada alasan-alasan melakukan  tindakan aborsi seperti yang telah disebutkan di atas dengan keberadaan kandungan yang belum genap empat bulan atau belum ditipkannya ruh pada janin maka kami berpendapat, aborsi yang dilakukan oleh wanita kerana problem ekonomi ( takut tidak mampu membiayai atau membesarkan anak) adalah haram karena ada larangan yang jelas untuk membunuh anak karena faktor tersebut[6].
Adapun alasan untuk menutupi aib untuk tidak menimbulkan madharat lain contoh ia akan dikucilkan oleh masyarakat atau akan diusir dari tempat tersebut atau tidak ada laki-laki yang bersedia untuk memperistrikannya yang akan berakibat akan terjadinya perbuatan zina lai,maka hukumnya adalah makruh  dengan alasan kehidupan  janin tidak sempurna karena belum ditiupkan ruh,  sedangkan alasan kehamilan dapat mempengaruhi kesehatan bagi calon ibu (pertimbangan maslahah), maka tidak ada alasan untuk melarang melakukan tindakan aborsi.
Berbicara tentang sanksi aborsi, tidak sama dengan sanksi pembunuhan terhadap manusia, kalau membunuh manusia dengan disengaja maka sanksi hukumnya adalah qishos, adapun sanksi bagi yang mengaborsi (dukun, dokter,bidan) setalah kandungan berumur empat bulan yang berarti ia telah berbuat dosa dan telah melakukan tindak kriminal maka ia diwajibkan membayar diyat bagi janin yang gugur, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan, atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta), ini beracuan pada dalam hadits shahih;
Rasulullah Saw memberi keputusan dalam masalah janin dari seorang perempuan Bani Lihyan yang gugur dalam keadaan mati, dengan satu ghurrah, yaitu seorang budak laki-laki atau perempuan…” [HR. Bukhari dan Muslim, dari Abu Hurairah r.a.][7]
Letak katidak samaan sanksi antara aborsi dan pembunuhan biasa yang keduanya merupakan tindakan yang disengaja untuk menghilangkan kehidupan adalah ketidak samaan kualitas kehidupan antara keduanya, kalau manusia yang dibunuh itu dengan jelas telah malakukan tindakan penghilangan nyawa, yang dengan otomatis telah menghilangkan fungsi-fungsi jiwa-ragawi manusia tersebut, seperti fungsi mata, telinga, tangan, berpikir dan lain sebagainya, sedangkan aborsi adalah menghilangkan kehidupan janin yang belum jelas kehidupannya dan fungsi jiwa raganya yang belum sempurna seperti manusia biasa, dikatakan belum jelas kehidupan janin, kerena kehidupannya bersifat dugaan dalam artian tidak ketika ia lahir belum tentu ia akan bertahan hidup apa tidak.
Selain alasan diatas, karena aborsi dilakukan oleh orang tua janin itu sendiri, dalam pembunuhan biasa apabila orang tua yang membunuh anaknya maka ia tidak dijatuhkan qishos karena salah satu dari syarat dilakasanakannya hukuman qishos adalah pelaku bukan ayahnya (orang tua) sendiri[8] tapi pemerintah bisa memberikan ta’zir kepadanya sebagai hukuman dari tindakannya.
Sedangkan oknom yang membantu oborsi maka ia dijatuhi sanksi hukum seperti yang disebutkan diatas, hal ini mengaca pada keputusan umar untuk membunuh tujuh orang laki-laki yang ikut berperan dalam peristiwa pembunuhan wanita  sha’na’, padahal ketujuh orang tersebut tidak semua melakukan pembunuhan tersebut, ada yang memegangi, memenggal kepala, memberi  petunjuk, mendorong dan ada yang memerintah, bahkan umar berkata: “jika seluruh penduduk sha’na bersepakat untuk membunuh, maka saya pasti akan membunuh mereka semua”[9], Jadi yang dikenakan sanksi diyat dalam praktik aborsi hanyalah orang yang mengaborsi atau oknom yang membantu didalamnya sedangkan calon orang tua janin tidak bisa dikenakan sanksi tersebut namun pemerintah bisa memberikan ta’zir sebagai hukuman baginya.

ABORSI DALAM HUKUM POSITIF DI INDONESIA
Di dalam KUHP sendiri, istilah “aborsi” lebih dikenal dengan sebutan “pengguguran dan pembunuhan kandungan” yang merupakan perbuatan aborsi yang bersifat kriminal (abortus provokatus criminalis). Istilah kandungan dalam konteks tindak pidana ini menunjuk pada pengertian kandungan yang sudah berbentuk manusia maupun kandungan yang belum berbentuk manusia. Karena adanya dua kemungkinan bentuk kandungan tersebut maka tindak pidana yang terjadi dapat berupa :
1. pengguguran yang berarti digugurkannya atau dibatalkannya kandungan yang belum berbentuk manusia; atau
2. pembunuhan yang berarti dibunuhnya atau dimatikannya kandungan yang sudah berbentuk manusia
Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan sebagaimana yang diatur dalam KUHP terdiri dari 4 (empat) macam tindak pidana, yaitu[10]:
1. Tindak pidana pengguguran atau pembunuhan kandungan yang dilakukan sendiri, yang diatur dalam Pasal 346 KUHP.
2. Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan oleh orang lain tanpa persetujuan dari wanita itu sendiri, yang diatur dalam Pasal 347 KUHP.
3. Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan oleh orang lain dengan persetujuan wanita yang mengandung, yang diatur dalam Pasal 348 KUHP.
4. Tindak pidana pengguguran dan pembunuhan kandungan yang dilakukan oleh orang lain yang mempunyai kualitas tertentu, yaitu dokter, bidan, atau juru obat baik yang dilakukan atas persetujuan dari wanita itu atau tidak atas persetujuan dari wanita tersebut, yang diatur dalam Pasal 349 KUHP.
Adapun bunyi KUHP yang mengatur masalah tindak pidana aborsi yaitu: Pasal 299 KUHP : “(1) Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah; (2) Jika yang bersalah, berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencarian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiga; (3) Jika yang bersalah, melakukan kejahatan tersebut, dalam menjalankan pencarian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencarian itu”. Pasal 346 KUHP : “Seorang wanita yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun penjara”. Pasal 347 KUHP : “(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas bulan; (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Pasal 348 KUHP :
“(1) Barangsiapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang wanita dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan; (2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya wanita tersebut, dikenakan pidana penjara paling lama tujuh tahun”. Pasal 349 KUHP : “Jika seorang tabib, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan yang tersebut Pasal 346, ataupun melakukan atau membantu melakukan salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan itu dilakukan”.

Berdasarkan aturan-aturan yang terdapat dalam KUHP terlihat jelas bahwa tindakan aborsi disini merupakan suatu tindakan yang melanggar hukum karena perbuatan aborsi yang dilakukan tanpa alasan kesehatan/alasan medis yang jelas. Pelaku melakukan perbuatan aborsi karena memang sejak awal tidak menginginkan keberadaan bayi yang akan dilahirkan,
 perbuatan aborsi (baik pengguguran maupun pembunuhan kandungan) harus dapat dipertanggungjawabkan secara pidana oleh wanita hamil yang melakukan aborsi maupun orang yang membantu proses aborsi tersebut. Dengan demikian, baik pelaku maupun yang membantu perbuatan aborsi dapat dikenakan sanksi pidana.

SIMPULAN
  • Fuqaha sepakat atas keharaman aborsi setelah peniupan ruh pada janin (empat bulan keatas) kecuali ada alasan medis yang bersangkutan dengan keselamatan calon ibu
  • Fuqaha berbedaan pendapat apabila umur kandungan dibawah empat bulan atau sebelum ruh ditiupkan
  • Aborsi yang dilakukan karena takut tidak mampu membiayai anak hukumnya haram karena ada nash yang jelas atas pelarangannya (analisa pemakalah)
  • Aborsi yang dilakukan untuk menutupi aib dengan pertimbangan adanya kemodharatan yang akan timbul, pemakalah lebih condong kepada hukum makruh
  • Sanksi aborsi berbeda dengan sanksi pembunuhan pada manusia
  • Ibu atau orang tua yang ketika melakukan aborsi, tidak dikenai sanksi sebagaimana mestinya namun pemerintah dapat memberikan hukuman ta’zir kepadanya.
  • Oknom yang membantu dalam pengaborsian dikenai sanksi yaitu memerdekakan  seorang budak atau sepersepuluh diyat manusia sempurna (10 ekor onta).
  • Dalam KUHP tedapat sanksi bagi pelaku aborsi (ibu atau orang tua) dan orang-orang yang terlibat didalamnya.




PENUTUP
Demikian penelasan dari makalah ini tentang aborsi, apabila terdapat sesuatu yang benar, itu semata-mata dari Allah dan apabila ada yang salah itu merupakan keterbatasan pemakalah,
Wallahu A’lamu Bisshowaabi.


REFERENSI
Al Baghdadi, Abdurrahman, 1998, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, Jakarta
Hakim, Abdul Hamid,1927, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, Sa’adiyah Putera, Jakarta
Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Al-Izzah, Bangil
Abduh, Ghanim, 1963, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah, t.p., t.tp
Tongat, Hukum Pidana Materil Tinjauan atas Tindak Pidana Terhadap Subyek Hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Djambatan, Jakarta.
Kapita Seleksi Kedokteran, Edisi 3,














[1] Rujukan, Surat Al Maidah ayat 32,
[2] Rujukan, surat Al An’am ayat 151
[3]Dr. Abdurrahman Al Baghdadi, Emansipasi Adakah Dalam Islam, Gema Insani Press, hal 127-128,

[4] Abdul Hamid Hakim, Mabadi` Awaliyah fi Ushul Al Fiqh wa Al Qawa’id Al Fiqhiyah, Sa’adiyah Putera, Jakarta , hal 35
[5] Ghanim Abduh, Naqdh Al Isytirakiyah Al Marksiyah (1963) hal 85
[6] Qs. al-An’aam [6]: 151 dan Qs. al-Isra` [17]: 31
[7] Abdul Qadim Zallum, 1998, Beberapa Problem Kontemporer Dalam Pandangan Islam : Kloning, Transplantasi Organ, Abortus, Bayi Tabung, Penggunaan Organ Tubuh Buatan, Definisi Hidup dan Mati, Al-Izzah, Bangil
[8] Dr. Muhammad Rawwas Qal’ahji, Ekskopedi Fiqih Umar Bin Khathab ra, Rajawali Grafindo Persada (1999), hal 299
[9] Ibid, hal 283-284
[10] Tongat, Hukum Pidana Materil Tinjauan atas Tindak Pidana Terhadap Subyek Hukum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Djambatan, Jakarta, 2003, hlm. 53.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar