Kamis, 10 Januari 2013

Globalisasi Dan Peran Agama


oleh: Hasyim AQ

Pendahuluan
Globalisasi adalah penyebaran perkembangan kehidupan ke seluruh kawasan yang ditandai dengan adanya hubungan antar bangsa ataupun antar negara yang meliputi berbagai aspek kehidupan dan globalisai telah merubah pola pikir dan kebiasaan manusia, masyarakat yang dulunya tradisional berubah menjadi masyarakat yang modern.
Globalisasi merupakan suatu pandangan masyarakat global yang merujuk pada perkembangan tatanan kehidupan, mulai dari perkembagan sektor perekonomian, perdagangan dan teknologi informasi. Namun, perkembangan itu tidak selalu merujuk pada hal-hal positif saja, banyak dampak-dampak negatif globalisasi di rasakan masyarakat.
Globalisasi cenderung ke arah westernisasi yang bersumber dari masyarakat  barat, yang akan mempengaruhi pola hidup masyarakat menjadi kebarat-baratan, begitu juga dengan nila-nilai agama yang telah tercipta akan terpengaruh dengan pola pikir barat. 
Nilai-nilai ajaran agama Islam telah banyak yang luntur karena globalisasi bersifat sekularistik, materialistik dan liberal serta tidak mengenal moral karena selalu menjunjung tinggi kebebasan berpendapat dan melekukan sesuatu sesuai hak asasinya, oleh karena itu umat Islam harus waspada untuk menghadapi globalisasi. 



PEMBAHASAN
A.           Indonesia dan Globalisasi
Pertumbuhan globalisasi sekarang ini ditandai dengan kemajuan di bidang teknologi komunikasi, transportasi dan informasi yang sedemikian cepat, kemajuan di bidang ini membuat segala peristiwa yang terjadi di dunia dapat diketahui saat itu juga, sementara jarak tempuh yang sedemikian jauh dapat dijangkau dalam waktu yang singkat sehingga dunia ini menjadi seperti sebuah kampung yang kecil, segala sesuatu yang terjadi bisa diketahui dan tempat tertentu bisa dicapai dalam waktu yang amat singkat[1].
Globalisasi selalu dihubungkan dengan modernisasi dan modernism. dikatakan bahwa ciri khas modernisasi dan manusia modern itu adalah tingkat berfikir, iptek, dan sikapnya terhadap penggunaan waktu dan penghargaan terhadap karya manusia[2], gerak globalisasi ini diikuti dengan perubahan sosial yang mengalir dari tingkat pemikiran yang tinggi ke tingkat pemikiran yang lebih rendah karena globalisasi bertujuan mengubah pemikiran masyarakat yang tradisional menuju masyarakat modern atau disebut modernisasi sedangkan modernisasi merupakan perubahan sosial yang terjadi  secara sengaja atau di buat manusia.
Modernisme adalah suatu proses untuk menjadikan sesuatu itu modern. Modern secara bahasa berarti “baru”, “kekinian”, “up to date”atau semacamnya. Istilah Modern juga bisa dikaitkan dengan karateristik. Oleh karena itu, istilah modern bisa diterapkan untuk manusia dan juga lainnya, seperti dari konsep bangsa, system politik , ekonomi, Negara, kota, lembaga, sampai pada perilaku sifat dan apa saja[3].
Dalam pengertian yang umum, kata globalisasi dipahami sebagai dominasi usaha-usaha besar dan raksasa atas tataniaga dan sistem keuangan internasional yang kita ikuti. Ia juga dipahami sebagai pembentukan selera warga masyarakat secara global/mendunia yang juga turut kita nikmati saat ini. Deretan penjualan “makanan siap-santap” (fast food) menjadi saksi akan pemaknaan seperti itu, selera ditentukan oleh pasar, bukannya menentukan pasar, dari fakta ini saja sudah cukup untuk menjadi bukti akan kuatnya dominasi tersebut. Pengertian lain globalisasi adalah dominasi komersial dan pengawasan atas sistem finansial dalam hubungan antar-negara, inilah yang sekarang menentukan sekali tata hubungan antara negara-negara yang ada.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dipahami bahwa fenomena globalisasi memberikan banyak  ancaman  bagi kehidupan manusia, dalam konteks Indonesia misalnya, beberapa ancaman globalisasi adalah semakin tidak tertahannya ekspansi kapital, ekspansi investasi, proses produksi dan pemasaran global.
Proses globalisasi ini memiliki pengaruh yang sangat besar bagi perkembangan nilai-nilai agama. Realitas ini mendapat respon yang cukup beragam dari kalangan pemikir dan aktivis agama, agama sebagai sebuah pandangan yang terdiri dari berbagai doktrin dan nilai memberikan pengaruh yang besar bagi masyarakat.
Dalam konteks ini agama memainkan peranan yang penting di dalam proses globalisasi. Agama bukan hanya pelengkap tetapi menjadi salah satu komponen penting yang cukup berpengaruh di dalam berbagai proses globalisasi karena begitu pentingnya peran agama dalam kehidupan masyarakat, maka perlu kiranya kita memahami sejauh mana posisi agama di dalam merespon berbagai persoalan kemasyarakatan.


B.            Peran Agama di dalam Kehidupan Masyarakat Islam
Barat berusaha membuat sains selaras dengan agama, di saat sains telah berkembang, nilai agama selalu diabaikan mereka memisahkan urusan antara agama dan negara, karena dianggap urusan agama merupakan hal yang sacral, hal ini selanjutnya disebut dengan sekularisasi, dengan adanya sekularisasi inilah lambat laun nilai-nilai agama akan pudar. 
Fenomena ini menggambarkan bahwa pengaruh barat seolah telah menjajah dan mempengaruhi pola pikir, terutama sangat berpengaruh pada tatanan masyarakat dan agama. globalisasi merupakan upaya untuk memodernisasikan masyarakat dan hidup layak dalam dunia modern, contohnya: mereka yang menyelanggarakan berbagai urusan di dunia muslim enggan melibatkan para ulama supaya membantu kegiatan mereka, dan lebih senang meminta para pakar sosial modern yang ahli dalam sains sosial barat dan akhirnya yang mereka lakukan adalah menyesuaikan lembaga-lembaga sosial mereka dengan ideologi barat.
Agama, terlahir awalnya adalah berasal dari keyakinan terhadap adanya yang ghaib, yang mempunyai kekuatan supranatural yang pada mulanya agama-agama muncul dari unsur kebudayaan sebuah masyarakat sebagai bagian ritus transendental yang didominasi kekuatan mistis, agama ini lahir dalam bentuk-bentuk yang plural sesuai dengan corak ekonomi sosial tiap-tiap masyarakat pada masanya[4].dimna agama diturunkan guna memberikan aturan-aturan hidup yang akan membawa kebahagiaan bagi kehidupan manusia.
Fungsi agama adalah sebagai landasan dimana individu itu bertindak atau melakukan sesuatu dalam kehidupannya. Selain daripada fungsi agama sebagai landasan dalam tindakan individu agama juga sebagai pengendali di dalam langkah kehidupan masyarakat, selain itu agama sebagai pemersatu umat manusia karena adanya persamaan keyakinan maka peran agama di dalam perkembangan masyarakat:
(1)                Agama sebagia motivtor, yaitu  penyemangat dalam mencapai cita-cita di dalam seluruh aspek kehidupan.
(2)                Agama sebagai creator dan inovator, mendorong semangat untuk bekerja kreatif dan produktif untuk membangun kehidupan dunia yang lebih baik dan kehidupan akhirat yang lebih baik pula.
(3)                Agama sebagai integrator, yaitu agama sebagai yang mengintegrasikan dan menyerasikan segenap aktivitas manusia, baik sebagai orang-seorang maupun sebagai anggota masyarakat.
(4)                Agama sebagai sumber inspirasi budaya bangsa, khususnya Indonesia.


C.    Upaya Islam Menghadapi Globalisasi
Seperti yang telah diketahui bahwa globalisasi akan banyak menimbulkan dampak negative khususnya adanya pergeseran nila-nilai, maka disini agama memberi sumbangan terhadap bahaya Globalisasi yang akan selalu mengerggoti, mengeksploitasi dan terlebih menjajah negara berkembang, khususnya agama Islam, diam dan menghindar bukanlah hal yang akan menyelasaikan namun dengan potensi dan keyakinan visi tantang keselarasan yang harus dilakukan dengan memberi landasan dan tidak mengabaikan agama -Islam- tanpa harus menghilangkan secara radikal nilai-nilai budaya, agama mempunyai peran besar dalam membangun Sumber Daya Manusia yang berkualitas tanpa harus selalu bergantung pada pola kehidupan Barat dan berperan dalam membangun moral yang baik.
Usaha-usaha yang keras menghadapi globalisasi harus dikerjakan oleh pemikir muslim. Pendidikan merupakan salah satu bentuk terwujudnya human capital harus didesain sedemikian rupa sekiranya mampu mencetak SDM  yang tetap kukuh keimanan dan ketaqwaannya, siap berlaga dan sukses di era globalisasi.[5]
Organisasi-organisasi Islam hendaknya diisi dua hal yaitu, disamping pembinaan keimanan dan ketaqwaan juga perlu mendapatkanperhatian untuk diisi peningkatan skill, produktivitas, komunikasi yang berkaitan dengan kemajuan ekonomi, kemajuan dan perkembangan IPTEK, serta masalah sosial, hukum budaya, politik dan lainya. Untuk menghasilakn SDM yang berkualitas, setiap individu harus memiliki landasan dan kemampuan yang meliputi perilaku, kerja keras disiplin, tanggung jawab dapat dipercaya dan sejenisnya dengan berpedoman pada ajaran Al-Qur’an dan Hadits.[6]
Maka muncul berbagai paradigma Islam dalam menghadapi globalisasi bahwa pada saat ini ada dua paradigma fundamental yang berkembang di kalangan umat Islam dalam menghadapi globalisasi yaitu :
1. Paradigma Konservatif
Paradigma ini adalah paradigma yang cenderung bersifat konservatif, yang memposisikan Islam sebagai agama yang memiliki doktrin dan ikatan-ikatan tradisi lama yang belum mau bersentuhan dengan wacana keilmuan selain Islam, unsur-unsur sosial selain Islam dalam hal ini dianggap sebagai bagian yang senantiasa berlawanan bahkan mengancam.
Dalam dimensi teologi, Tuhan menempati pokok segala kekuasaan yang telah diterjemahkan dalam kajian-kajian terdahulu dengan peletakan unsur mazhab yang dianggap representatif. Tuhan dengan segala kekuasaannya telah memberikan ukuran dan solusinya sesuai dengan ajaran yang tertulis, demikian pula dalam bidang syariat yang menjadi pusat kajian hukumnya, aspek hukum yang telah ada sudah menjadi final untuk dijadikan acuan hukumnya, alasannya, hukum tersebut murni bersumber dari al-Quran dan hadis yang perlu disempurnakan lagi. Realitas sosial politik yang menandai kemunculan hukum-hukum tersebut nyaris tak mendapatkan tempat kajian yang mendalam, Dalam kategori sosiologis Islam seperti di atas, menurut Ali Syariati (1933-1977), Islam hanya menjadi kumpulan-kumpulan dari tradisi asli dan kebiasaan masyarakat yang memperlihatkan suatu semangat kolektif suatu kelompoknya.[7]
Para penganut paham ini pada umumnya berpendirian bahwa : (1). Islam adalah suatu agama yang serba lengkap, didalamnya terdapat pula antara lain sistem ketatanegaraan atau politik. Oleh karenanya dalam bernegara umat Islam hendaknya kembali kepada sistem ketatanegaraan Islam, dan tidak perlu atau bahkan jangan meniru sistem ketatanegaraan Barat.  (2). Sistem ketatanegaraan atau politik Islam yang harus diteladani adalah sistem yang telah dilaksanakan oleh Nabi besar Muhammad dan oleh empat al-Khulafa al-Rasyidin.[8]
2. Paradigma Liberal
Paradigma ini adalah paradigma yang bersifat antagonistik dengan paradigma konservatif.  Islam diasumsikan sebagai agama yang dapat berperan sebagai agen perubahan sosial. Unsur-unsur sosial selain Islam dalam hal ini menjadi komponen yang diterima bahkan menjadi acuan penting di dalam merumuskan berbagai solusi terhadap persoalan kekinian yang dihadapi umat, dalam dimensi teologi paradigma ini mengedepankan aspek rasionalisme, teologi bukan semata menjadi objek kajian bagaimana meyakinkan umat secara doktriner, melainkan sebagai pembimbing tindakan praksis sosial. selain itu, teologi juga harus lepas dari paradigma kekuasaan negara.
Dua paradigma di atas sesungguhnya telah menjadi bagian internal Islam di Indonesia, paradigma pertama biasanya mengakar pada kalangan kelas bawah yang belum sepenuhnya tersentuh oleh tradisi keilmuan positivisme seperti di pesantren sementara paradigma liberal lahir dari rahim generasi muda yang cukup paham terhadap wacana Islam yang tersentuh oleh tradisi positivisme dari barat serta memiliki motivasi kuat untuk perubahan sosial. Namun, apakah perkembangan paradigma Islam ini akan hanya berhenti di sini? Oleh karena itu, pilihan baru harus segera diadakan sebab situasi kekinian telah mengubah transformasi sosial dengan adanya globalisasi.
3. Paradigma Moderat
Untuk mengintegrasikan dua kubu paradigma yang paradoks ini maka perlu kiranya dikembangkan satu paradigma alternative yaitu paradigma moderat, yang mungkin dapat mengkompromikan dua pandangan di atas sebab dengan mengkompromikan dua pandangan tersebut paling tidak ada usaha menjembatani adanya titik temu sebagai salah satu upaya mencari konsepsi final yang paling ideal dalam Islam, meski memang untuk mengejawantahkannya dalam tataran realitas bukanlah persoalan mudah.
Paradigma moderat adalah paradigma yang cenderung mencoba mengintegrasikan pandangan-pandangan yang antagonistik dalam melihat hubungan Islam dan persoalan kemasyarakatan, di pihak lain, pandangan ini juga ingin melunakkan Paradigma Konservatif yang seringkali melakukan generalisasi bahwa Islam selalu mempunyai kaitan atau hubungan yang tak terpisahkan dengan masalah-masalah kemasyarakatan serta berusaha mengakomodasi dilakukannya pembaruan wacana sesuai dengan diinginkan  kalangan liberal dengan tetap memperhatikan nilai-nilai luhur dan keislaman.
Paradigma ini tidak hanya ingin menonjolkan isu seputar konsep Negara Islam dan Pemberlakuan syariat, tetapi yang paling penting bagaimana substansi dari nilai dan ajaran agama itu sendiri. Agama adalah sejumlah ajaran moral dan etika sosial, serta fungsinya mengontrol negara, maka  keterlibatan agama secara praktis ke dalam negara jangan sampai memandulkan nilai luhur yang terkandung dalam agama karena agama akan menjadi ajang politisasi dan kontestasi. Di sisi lain, paradigma moderat mengampanyekan dimensi kelenturan, kesantunan, dan keadaban Islam yaitu Islam sebagai agama penebar kasih, cinta dan sayang (rahmatan li al-’alamien).


SIMPULAN
1.      Kemajuan dan perkembangan dalam berbagai dimensinya merupakan salah satu buah dari globalisasi
2.      Globalisasi berdampak tehadap degradasi nilai-nilai normative
3.       Agama bisa menjadi benteng bagi kemerosotan yang diakibatkan oleh arus globalisasi
4.      Muncul berbagai paradigma dalam Islam tentang tanggapan terhadap arus globatisasi



Daftar Pustaka
Al-Qardhawi, Yusuf,  Islam dan Globalisasi Dunia, terj. dari buku Al-Muslimun wa Al-Aulamah, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Cet. I. 2001.
Lubis, M. Solly. Umat Islam Dalam Globalisasui. Jakarta: Gema Insani Press. 1997.
Qodri, Azizzy. Melawan Globalisasi, Reinterpretasi Ajaran Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2003.
Nasution, Harun.  Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek, Jakarta : UI Press, Jilid I. Cet. V, 1985.
Faiz Manshur, Pilihan Paradigma Islam Menghadapi Globalisasi, http:// www.pikiran-rakyat.com/cetak/0303/21/0801.htm
Sjadzali, Munawir.  Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, Jakarta : UI Press, Edisi kelima, 1993.


[1] Yusuf  Qardhawi, Islam dan Globalisasi Dunia, terj. dari buku Al-Muslimun wa Al-Aulamah, (Jakarta : Pustaka Al-Kautsar, 2001) Cet. I.  h, 21-23
[2] M. Solly Lubis. Umat Islam Dalam Globalisasui. (Jakarta: Gema Insani Press. 1997) h. 33.
[3] Azizzy Qodri. Melawan Globalisasi, Reinterpretasi Ajaran Islam. (Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2003) h. 5-6

[4] Harun Nasution, Islam ditinjau Dari Berbagai Aspek, (Jakarta : UI Press, Jilid I. 1985), Cet. V, h. 11-14


[5] Azizzy Qodri. Melawan Globalisasi, Reinterpretasi Ajaran Islam. h. 121
[6] Ibid, h. 122
[7] Faiz Manshur, Pilihan Paradigma Islam Menghadapi Globalisasi, http:// www.pikiran-rakyat.com/cetak/0303/21/0801.htm
[8] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara, Ajaran, Sejarah dan Pemikiran, (Jakarta : UI Press, Edisi kelima, 1993) h. 1


Tidak ada komentar:

Posting Komentar