Selasa, 01 Januari 2013

Makna Munculnya Bani Saljuk Bagi Imperium Abbasiyah

oleh: Moh. Hasyim Abd. Qadir

PENDAHULUAN
Dalam sejarah kejayaan Daulah Abbasiyah muncul dinasti-dinasti kecil, salahsatunya adalah dinasti Saljuk, sebagaimana dalam catatan sejarah Daulah Abbasiyah mampu merebut panggung politik kekuasaan Islam dari tangan Daulah Umawiyah, namun dari rentatan panjang masa kekuasanya, Abbasiyyah tidak terlalu cakap dalam mempertahankan wibawa dan pengaruh kekhalifahanya. Abbasiyah tidak bisa menggenggam beberapa pelosok daerah yang dahulu pernah tunduk dibawah pemerintahan Umawiyah. Melemahnya kepemerintahan Abbasiyah inilah yang menimbulkan lahirnnya dinasti-dinasti kecil dibawah kekuasaan Abbasiyah.
Dinasti-dinasti kecil yang tumbuh pada emperium dinasti Abbasiyah masing-masing mempunyai andil yang terbagi dalam dua katagori, pertama: dinasti kecil yang melemahkan dan mempersempit ruang kekuasaan dinasti Abbasiyyah seperti Idrisiyah, Rustamiyah, Buwaihiyah, Fatimiyah dan lain lain, kedua; dinasti kecil yang memperkuat serta mempertahankan kelangsungan dinasti Abbasiyyah, dan diantara dinasti kecil yang memiliki peran penting terhadap keberlangsungan emperium Abbasiyah adalah Dinasti Saljuk, dinasti ini mempunyai makna besar dalam sejarah kekuasaan Abbasiyah. Bahkan Saljuk juga mempunyai peranan penting kepada peradaban Islam pada umumnya



  
PEMBAHASAN
A.     Asal Usul bangsa Saljuk
Nama dinasti Saljuk diambil dari sebuah nama seorang tokoh yang berasal dari keturunan Turki yaitu Saljuk bin Tuqaq.berasal dari kabilah kecil keturunan Turki, yakni kabilah Qunuq. Kabilah ini bersama dua puluh kabilah kecil lainnya bersatu membentuk rumpun Ghuz. Semula gabungan kabilah ini tidak memiliki nama, hingga muncullah tokoh Saljuk putra Tuqaq yang mempersatukan mereka dengan memberi nama suku Saljuk.[1]
Saljuk dikenal sebagai seorang orator ulung dan dermawan oleh kerena itu ia disukai dan taati oleh masyarakat, dilain pihak istri raja Turki khawatir jika saljuk melakukan pemberontakan, karenanya ada rencana untuk membunuh saljuk secara licik, dan saljuk sendiri mengetahui rencana jahat tersebut lalu ia mengumpulkan pasukannya dan membawa mereka ke kota Janad, mereka  tinggal disana dan bertetangga dengan kaum muslimin di negeri Turkistan, maka ketika saljuk melihat prilaku orang Islam yang baik dan berakhalaq luhur ia akhirnya memeluk agama Islam dan kabilah Ghuzpun akhirnya memeluk Islam. Dan sejak itulah saljuk mulai melakukan perlawanan dan peperangan melawan orang-orang Turki yang kafir, akhrinya iapun mampu mengusir bawahan raja Turki dan menghapus pajak atas kaum muslimin.[2]
Dalam kajian historis para sejarawan menyebutkan bahwa suku Saljuk  memeluk agama Islam pada sekitar akhir abad ke-4 H/ 10 M, dengan barmazhab Sunni.[3]


B.    Silsilah Nasab Dinasti Salju
Silsilah kelurga Dinasti Saljuk bisa perinci sebagai berikut ;
1.       Saljuk Ibnu Tuqaq memiliki dua orang putra yaitu Mikail dan Arselan Payghu namun dalam leteratur lain disebutkan bahwa Saljuk memiliki empat orang anak yaitu Arselan, Mikail, Musa dan Yunus.[4]
2.      Mikail memiliki dua orang putra yaitu Chager Bek Daud dan Tughril Bek
3.       Chager Bek Daud memiliki dua orang putra yaitu Alp Arselan dan Kaward,
4.      Alp Arselan memiliki dua orang putra yaitu  Malik Syah dan Tutush,
5.       Malik Syah memiliki empat orang putra yaitu Bargiyaruk, Muhammad, dan Sinyar serta Mahmud.[5]


C.    Awal Mula Kemunculan Dinasti Saljuk
Diatas telah dijelaskan bahwa Saljuk dan orang-orang yang setia kepadanya menyelamatkan diri dengan melarikan diri ke arah Barat, yaitu daerah Jundi (jand), suatu daerah yang merupakan bagian dari Asia Kecil yang dikuasai oleh dinasti Samaniyah yang dipimpin oleh Amir Abd al-Malik Ibn Nuh (954-961 M)[6].
Tempat tinggal bangsa Saljuk ini berdekatan dengan kaum Samaniyah dan Ghaznah yang merupakan dua Dinasti yang saling bersitegang, dan terkadang  terjadi pertikaian atau peperangan diantara mereka. Kondisi ini memberi ruang kosong bagi kaum Saljuk untuk menunjukan eksistensinya dengan cara memberikan tendensinya kepada salah satu dari dua dinasti yang sedang berseteru tersebut, yaitu kepada Dinasti Samaniyah, dan sebagai imbalanya Dinasti samaniyah memberikan keleluasaan bagi kaum saljuk untuk bertempat berdekatan dengan Sihun[7]
Pada tahun 389 H, dinasti Samaniyah mengalami kemundurun yang signifikan maka disaaat itu kaum Saljuk berada digarda terdepan dalam meneruskan perlawanan terhadap dinasti Ghaznah. Sepeninggal Saljuk kepemimpinan diteruskan oleh putranya yang bernama Arselan, namun kepemimpinan Arselan berakhir atas kelicikan Sultan Mahmud seorang pemimpin dinasri Ghaznah yang berpura pura baik dan kemudian menangkap dan memenjarakan Arselan. Selanjutnya tampuk kepemimpinan diambil alih oleh Mikael yang merupakan saudara Arselan. Namun nasib Mikael sama dengan yang dialami oleh kakaknya yaitu terpedaya oleh kelicikan sikap Sultan Mahmud yang pada tahun 418 H Sulatan Mahmud menyerang dan memporakporanakan kaum Saljuk yang berujung pada kematian Mikael.
Mikael mempunyai dua orang putra yang selanjutnya menjadi penerus kepemimpinan kaum Saljuk dan sekaligus penggagas berdirinya dinasti Saljukiyah, yaitu Jughril Bek  dan Tughril Bek.
Sepeninggal Sultan Mahmud dinasti Ghaznah mengalami kemunduran, karena Mas’ud yang menjadi penerusnya tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk menjadi pemimpin Negara. Dilain sisi kaum Saljuk terus merong-rong dinasti Ghaznah yang mulai rapuh yang pada akhirnya usaha mereka membuahkan hasil dengan tewasnya Mas’ud putra Sultan Mahmud dan mundurnya kaum Ghaznah meninggalkan Khurasan menuju India dalam sebuah pertempuran pada tahun 429 H, maka ketika itu juga Tughril bek mengumumkan pendirian dinasti Saljuk,
Mereka mampu merebut Marw dan Naisabur dari genggaman kekuasaan Ghaznah, kemudian mereka juga merebut Balkh, Jurjan, Thabaristan, khawarizm, Hamadhan, Rayyi, dan Isfahan serta pemerintah Buwaihi tunduk di bawah kendali mereka.[8].
Pada masa pemerintahan Saljuk ini, mereka menguasai dan memerintah di Baghdad selama sekitar 93 tahun yaitu dari tahun 429 H/1037 M hingga tahun 522 H/1127 M.[9]
Pencapaian gemilang yang dilakukan oleh pemerintahan Tughril Bek adalah menguasai Baghdad dan mengakhiri Dinasti Buwaihi yang pada saat itu dipimpin oleh al-Malik al-Rahim dengan panglima tentaranya yaitu al-Basasiri, serta menguasai beberapa wilayah yang telah disebutkan sebelumnya. Atas dasar kegemilangan Tughril Bek inilah kemudian dia mendapatkan dua gelar kehormatan, yaitu :
1.        Yamin Amir al-Mu'minin, gelar ini diperoleh karena menumpas Bani Buwaih di Baghdad,
2.        Malik al-Syarqi al-Gharb, gelar ini diperoleh karena menewaskan al-Basasiri dan mengembalikan kekuasaan Khalifah al-Qa'im.[10]


D.  Periode Keemasan Dinasti Saljuk (1063-1072 M)
Setelah Tughril Bek meninggal, kepemipinan diteruskan oleh Alp Arselan[11], keponakan dari Tughril Bek, karena ia tidak mempunyai seorang putra, Dia memerintah sejak tahun 1063 hingga 1072 M.
Perluasan daerah yang sudah dimulai pada kepemimpinan Thugrul Bek dilanjutkan oleh Alp Arselan ke arah Barat sampai pusat kebudayaan Romawi di Asia kecil, yaitu Bizantium.
Dalam gerakan ekspansi itu tedapat peristiwa penting yaitu yang dikenal dengan peristiwa Manzikar 463, dimana Tentara Alp Arselan berhasil mengalahkan kekuatan besar tentara Romawi yang terdiri dari tentara Romawi, Ghuz, Al-Akraj, Al-Hajr, Prancis dan Armenia. Dan dikuasainya Manzikar pada tahun 463[12]. peristiwa ini yang dinilai banyak sejarawan mempunyai pengaruh besar terhadap rentetan sejarah peperangan besar antara kaum Islam dengan kaum Nasrani.
Pada pereode inilah dinasti Saljuk mencapai masa kejayaannya, wilayah kekuasaannya membentang mulai dari Kasgar, satu kota di ujung wilayah Turki, sampai ke Yerusalem dan luasnya dari wilayah Contantinopel sampai ke laut Kaspia. Atas dasar ini dinasti Saljuk dikenal gemar melakukan ekspansi perluasan wilayah yang sangat luas, seperti halnya penguasa Turki Usmani yang berhasil mendirikan sebuah imperium besar pada abad ke-14 M.[13]


E.   Sikap Saljuk Terhadap Imperium Abbasiyah
Dinasti Saljuk memiliki hubungan baik dengan khalifah Abbasiyah yang berbeda halnya dengan dinasti Buwaih, hal ini disebabkan kesamaan dalam mazhab, yaitu sama-sama berpegang kepada mazhab Sunni. Dengan berpegan kepada mazhab tersebut, memudahkan kerja sama di antara kedua belah pihak dan mendorong kaum Saljuk itu menyanjung dan menghormati dengan setinggi-tingginya kepada khalifah Abbasiyah. Disamping itu Bani Buhaih adalah kaum yang bersifat kasar dan ganas, sementara kaum Saljuk tidak demikian.[14] Saljuk selalu bersikap hormat, sopan, berlaku baik dan lembut sebagaimana tercermin dari ucapan Tughrul Bek ketika menghadap khalifah; “aku pelayan Amirul Mu’minin, bertindak atas perintah dan larangannya, berbuat sesuai mandatnya. Hanya kepada Allah aku meminta pertolongan dan taufik”[15]
Kedekatan antara bani Saljuk dan imperium Abbasiyah semakin erat ketika al-Qaim menikahi khadijah yang merupakan keponakan Tughrul Bek, sementara Tughrul Bek menikahi putri al-Qaim pada tahun 454 H/1062 M.[16]
Dari paparan diatas memberikan pemahaman bahwa posisi Dinasti Saljuk memiliki pengaruh dan kedekatan emosional kepada Imperium Abbasiyah yang dalam realitas politik ketika itu tidak dapat dipungkiri bahwa Dinasti Saljuk memberikan pengaruh dan sumbangan besar terhadap imperium Abbasiyah.


F.      Kemajuan Pada Dinasti Saljuk
Dinasti Saljuk memberikan sumbanga kemajuan dalam serajah peradaban Islam dan diantaran pencapaiannya adalah:
1.                  Perkembangan Politik
Pada masa Dinasti Saljuk tepatnya pada kepemimpinan Alp Arslan, wazir Nizam al-Muluk memiliki pengaruh positif kepada Dinasti Saljuk yaitu dengan memberikan ide-ide segar dalam mengubah dasar-dasar pemerintah, diantaranya adalah:
a.         Menciptakan satu angkatan tentara Saljuk yang kuat.
b.        Mempererat hubungan antara khalifah Abbasiyah al-Qa'im dengan kerajaan Dinasti Saljuk.
c.         Berpartisipasi dalam pelantikan Malik Syah sebagai penerus Alp Arslan.[17]
2.                  Perkembangan Pendidikan
Berkembangnya ilmu pengetahuan dengan melahirkan beberapa ilmuan muslim yang lahir pada masa ini, antara lain: al-Zamakhsyari sebagai tokoh dalam bidang teologi dan tafsir, al-Qusyairi sebagai ahli tafsir, imam al-Ghazali sebagai tokoh dalam bidang teologi, filsafat dan tasawuf, Farid al-Addin al-Athar dan Umar Khayyam sebagai tokoh dalam bidang sastra.[18]
 Bahkan kemajuan pendidikan pada Dinasti Saljuk sudah  menyentuh dalam bidang Iptek, pada tahun 1075 M, Maliksyah menyelenggarakan sebuah konferensi yang menghadirkan pakar-pakar bidang astronomi. Konferensi ini memberi mandat kepada Nizam al-Muluk untuk memperbaharui kalender Persi berdasarkan hasil observasi mutakhir yang lebih terpercaya. Dengan  menghasikan kalender Jalali.[19]
Selain itu Dinasti Saljuk mendirikan sejumlah lembaga pendidikan, diantaranya madrasah Niz}amiyah di Baghdad, Balkh, Naisabur, Jarat, Ashfahan, Basrah, Marw, Mausul, dan lain sebagainya.[20] madrasah Niz{amiyah didirikan dengan tujun: pertama, menyebarkan pemikiran Sunni untuk menghadapi pemikiran Syiah, kedua, menyediakan guru guru Sunni yang cukup untuk untuk mengajarkan faham Sunni dan menyebarkanya ke tempat lain, ketiga, membentuk kelompok pekerja Sunni untu berpastisipasi dalam menjalankan pemerintahan khususnya dibidang peradilan dan manajemen[21] dan diantara alumninya adalah Imam Ghazali.[22]
3.                  Perkembangan Infrastruktur
Kontribusi Dinasti Saljuk dalam bidang arsitektur begitu besar. Dan  Malik Syah terkenal dengan usaha pembangunan separti masjid, jembatan, irigasi, jalan raya dan rumah sakit.[23]


G.  Keruntuhan Dinasti Saljuk
Sepeninggal Sultan Malik Syah, kepemimpinan diteruskan oleh anaknya yaitu Barkiaruq, pada masa ini dinasti Saljuk mulai mengalami kemunduran. Terdapat beberapa factor yang melatar belakangi kemunduran pemerintahan adapun faktor yang menjadi sebab runtuhnya dinasti saljuk adalah sebagai berikut:
1.      Konflik internal antara saudara, paman dan anak- anak yang memperebutkan tonggak kepemimpnan.
2.      Lemahnya para khalifah Abbasiyah untuk andil dalam dinasti Saljuk, sehingga kekhalifahan tidak mampu menolak atau mengarahkan siapa saja yang akan duduk dikursi kesultanan Saljuk.
3.      Ketidak mampuan pemerintah Saljuk dalam menyatukan wilayah Syam, Mesir dan Irak di bawah panji kekuasaan bani Saljuk
4.      Terjadi gesekan besar dalam kekuasaan Saljuk sehingga menimbulan bentrokan militer yang terus menerus
5.      Konspirasi orang-orang aliran Bathiniyah terhadap kesultanan Saljuk dan juga membunuh para Sultan dan beberapa komandanya[24]


SIMPULAN
Saljuk adalah satu diantara dinasti yang pernah berjaya dalam politik imperium Abbasiyah. Namun dunia berjalan dengan fitrahnya, tidak ada eksistensi yang sempurna dan Saljuk juga merasakan itu setelah kejayaan datang masa keruntuhan.
Dari penjelasan makalah di atas ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, antara lain:
1.      Kegigihan adalah modal utama untuk mencapai kesuksesan dan Saljuk telah telah membuktikan itu.
2.      Kesamaan faham idiologi antara Abbasiyah dan Saljuk yaitu sama sama penganut Sunni, menjadi factor besar dalam hubungan baik antara keduanya.
3.      Keberadaan dinasti Saljuk memiliki peranan penting bagi eksistensi kekhalifahan Abbasiyah,
4.      Dinasti Saljuk adalah salahsatu dinasti yang memberikan sentuhan kemajuan bagi peradaban Islam  melalui kemajuan infrastuktur, pengembangan kebudayaan dan peningkatan intelektual
5.      Kemajuan dinasti Saljuk tidak lepas dari peran penting para waz>ir yang ada di belakangnya, salahsatunya adalah kesuksesan mendirikan akedemi akademi yang bisa dirasakan pada masa depan Islam
6.      Konflik internal merupakan benih awal kemunduran dan kehancuran dan hal itu di alami oleh dinasti Saljuk.


Daftar Pustaka

Ali, K. Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), terj. Ghufron A. Mas'adi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Penyusun Dar al-‘ilm, Atlas Sejarah Islam, Jakarta: Kaysa Media, 2011
Iqbal, Muhammad dan Hunt, William. Ensiklopedi Ringkas Tentang Islam, terj. Dwi Karyani, Jakarta: Taramedia, 2003
Al-Ubba>di, Ahmad Mukhta>r, Fi al-ta>ri>kh al-Abba>siy wa al-Fa>timi. Beirut: Da>r al-Nahdlah al-Arabiyah
Syalaby, Ahmad. Sejarah dan Kebudayaan Islam, Vol. 3, terj. Muhammad Labib Ahmad, Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993.
Hitti, Philip K. History Of The Arabs, terj.R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010.
Yatim, Badri. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993.
Yahaya, Mahyudin dan Halimi, Ahmad Jelani. Sejarah Islam, Kuala Lumpur: Fajar Bakti, 1993.
Nizar, Syamsul. Sejarah pendidikan islam, Jakarta: Kencana Pradana 2009
Badawi, Abdul Majid Abd al-Futuh. Tarikh al-Syiyasah wa al-Fikri,  Mathlabi al-Wafa, 1988
Nasition, Harun. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Vol. I, Jakarta: UI. Press, 1985.
Al-Sholabi, Ali. terjemah Samson Rahmat, Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Uthmaniyah, Pustaka al-Kauthar
Ensiklopedi Islam . Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002.


[1] K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), terj. Ghufron A. Mas'adi (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), 406.
[2]  Penyusun Dar al-‘ilm, Atlas Sejarah Islam, (Jakarta, Kaysa Media, 2011) 95-96
[3] Muhammad Iqbal dan William Hunt, Ensiklopedi Ringkas Tentang Islam, terj. Dwi Karyani  (Jakarta: Taramedia, 2003), 358.
[4] Penyusun Dar al-‘ilm, Atlas Sejarah Islam, 96
[5] K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern),409.
[6] Ahmad Mukhta>r al-Ubba>di, Fi al-ta>ri>kh al-Abba>siy wa al-Fa>timi.(Beirut, Da>r al-Nahdlah al-Arabiyah) 170.
[7] Ahmad Shalabi, Sejarah dan kebudayaan Islam, (Pustaka al-Husna Baru)277
[8] Philip K. Hitti, History Of The Arabs, terj.R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2010), 602
[9] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993),, 65.
[10] Mahyudin Yahaya dan Ahmad Jelani Halimi, Sejarah Islam (Kuala Lumpur: Fajar Bakti, 1993), 309
[11] Ibd.
[12] Shalabi, sejarah dan kebudayaan Islam.286
[13] Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), 300.

[14] Ahmad Syalaby, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Vol. 3, terj. Muhammad Labib Ahmad (Jakarta: Pustaka al-Husna, 1993), 339.
[15] Penyusun Dar al-‘ilm, Atlas Sejarah Islam,97
[16]  Ibid
[17] Mahyudin Yahaya dan Ahmad Jelani Halimi, Sejarah Islam, 310.
[18] K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), 409.
[19] Ibid  408-409.
[20] Syamsul Nizar, Sejarah pendidikan islam (jakarta, kencana pradana 2009)159
[21] Abdul Majid Abd al-Futuh Badawi, Tarikh al-Syiyasah wa al-Fikri (Mthlabi al-Wafa1988)179
[22] K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern),. 408.
[23] Harun Nasition, Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Vol. I (Jakarta, UI. Press, 1985), 77.
[24] Ali Al-Sholabi, terjemah Samson Rahmat, Bangkit Dan Runtuhnya Khilafah Uthmaniyah(Pustaka al-Kauthar).37

2 komentar: