Senin, 24 Februari 2014

Makna al-Jannah dalam Kisah Adam

oleh: Moh. Hasyim Abd. Qadir


Pendahuluan
Al-Qura>n telah menceritakan tentang proses penciptaan manusia pertama yaitu Adam hingga kronologi turunnya Adam bersama Hawa untuk menjadi khalifah dibumi. Dalam kisahnya dikatakan bahwa Adam dan Hawa mulanya berada disuatu tempat yang disebut dengan “Jannah” yang dalam terjemahan bahasa Indonesia diartikan dengan  “surga”.
Dalam penertian jannah yang disebut dalam al-Qura>n sebagai tempat tinggal Adam sebelum diturunkan kebumi yang selanjutnya diartikan dengan surga menimbulkan sebuah pertanyaan besar yaitu apakah surga tempat tinggal semula adam merupakan surga yang dijanjikan kepada orang mukmin dikehidupan akhirat atau bukan?.
Pertanyaan tersebut diungkap oleh pemakalah karena dalam tafsiran kata “Jannah” masih ada perbedaan pendapat diantara para mufassir, oleh karenanya pemakalah menganggat tema diatas untuk menalaah pemahaman kata “Jannah” tersebut sehingga bisa menemukan pengertian yang jelas terhadap keberadaan tempat tinggal Adam yang semula ia tempati.

Minggu, 28 Juli 2013

Otentisitas Hadis dalam Pandangan Orientalis


oleh: Moh. Hasyim Abd. Qadir

PENDAHULUAN
Kajian keislaman ternyata tidak hanya diminati oleh kalangan orang muslim sendiri namun juga orang barat yang nota beninya non muslim yang selanjutnya disebut sebagai orentalis sangat antusias dalam mengkaji ilmu-ilmu keislaman, walaupun tidak ada keterangan jelas sejak kapan dan siapa pertama kali orang barat yang pertama kali mempelajari Islam[1], dalam kajian historisnya terdapat beberapa pendapat mengenai hal ini[2] namun istilah orientalis sendiri sudah muncul sejak abad ke-17 karena pada masa tersebut pengkajian barat tentang Islam dan dunia timur sudah bersifat ilmiah-akademik[3], hal ini menindikasikan bahwa ilmu-ilmu keislaman memiliki penikmat yang beragam dengan motivasi yang tentunya beragam pula.
Salah satu bidang keilmuan Islam yang ditekuni oleh orientalis adalah bidang hadis, bahkan dari kajian yang mereka lakukan telah melahirkan sebuah karya monumental seperti al-Mu’jam al-Mufahras li Alfāz} al-H{adīth al-Nabawī, sebuah karya dari sekelompok orientalis yang dipublikasikan oleh A. J. Wensinck dan J. P. Mensing, karya mereka ini merupakan salah satu karya yang juga dipergunakan oleh orang Muslim dalam melacak keberadaan hadis berdasarkan teksnya. Karya ini walaupun dihasilkan oleh orang-orang orientalis tetapi harus diakui bahwa karya mereka ini sangat membantu orang Muslim sendiri khususnya bagi para peneliti-peneliti hadis, oleh karenanya merupakan sikap yang kurang bijak dan tidak obyektif bila umat Islam memandang bahwa setiap kajian yang dilakukan oleh orang-orang non-muslim merupakan kajian yang distortif karena kenyataannya tidak semuanya demikian.
Kajian keilmuan yang dilakukan oleh orientalis secara garis besar setidaknya memiliki dua dasar motivasi yang berbeda, yang pertama adalah kajian yang dilakukan untuk mencari celah “kesalahan” Islam untuk menghantam Islam dan menciptakan image negatif terhadap Islam dan yang kedua adalah kajian yag obyektif dalam konteks penyaluran hasrat intelektualitas yang bersifat ilmiah, walaupun dalam presentasenya motivasi yang pertama jauh lebih dominan daripada motivasi yang kedua, hal ini bisa dipahami sebgai akibat dari gesekan ketidak harmonisan antara Islam dan non-Islam khususnya yang bersifat sentimen teologis.
Kajian keislaman yang dilakukan oleh orientalis pada mulanya hanya kepada bidang keilmuan yang besifat umum, namun seiring berjalannya waktu kajian tersebut mulai masuk dalam ranah kajian yang khusus termasuk didalamnya adalah kajian tentang hadis dimana  dalam Islam hadis memiliki peranan sentral dan staregis karena hadis merupakan salah satu landasan hukum dalam Islam dan panduan bagi umat Islam, maka dalam makalah ini pemakalah akan memaparkan kajian yang dilakukan oleh orentalis dalam bidang hadis dengan spesifikasi otentitas hadis dalam kajian orientalis domain teori sistem isnād, evolusi historisitas hadis, dan problem validitas hadis.

Kamis, 18 Juli 2013

Muhammad Sebagai Manusia dan Rasul

oleh: Moh. Hasyim Abd. Qadir

PENDAHULUAN
Sudah menjadi penetahuan umum bahwa hadis merupakan sumber hukum Islam, dimana Nabi Muhammad mempunyai wewenang otoritatif dalam pembentukan sebuah hukum, hal ini merupakan konsekuensi logis dari eksistensi Muhammad sebagai Rasulullah.
Nabi Muhammad yang dalam keniscayaannya menjadi panutan bagi ummat manusia khususnya ummat Islam sebagaimana firman Allah:      وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ
“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.”[1]
Ayat ini mengisyaratkan bahwa setiap hal yang bersember dari beliau dalam dugaan umumnya memiliki unsur tuhanisme yag kental, asumsi ini dimunculkan atas dasar penafsiran kata رَحْمَةً لِلْعَالَمِينَ yaitu: Nabi Muhammad merupakan Rahmat pada setiap dimensi totalitas jagad raya mulai dari malaikat, jin, manusia, tumbuh-tumbuhan[2] dan seterusnya, dimana terdapat garansi jaminan dari Allah dalam pribadi Nabi Muhammad sebagai layak menjidi patron bagi umat manusia namun apakah semua hal yang bersumber dari Nabi Muhammad yang selanjutnya disebut hadis dalam totalitasnya harus diikuti oleh umatnya atau lebih jauhnya apakah memiliki berdimensi syar’i atau bersifat umum dan tidak mengikat?
Dalam makalah ini penulis mencoba mengulas hal-hal yang erat kaitannya dengan deskripsi diatas, seperti halnya terkait dengan substansi Nabi Muhammad merupakan manusia biasa.

Kamis, 11 Juli 2013

Metode dan Aliran Tafsir al-Manar


oleh: Moh. Hasyim Abd. Qadir

PENDAHULUAN
Dalam konteks historisitas keberadaan kitab suci umat beragama, tidak ditemukan kitab suci manapun yang memiliki dimensi yang memuat setiap segmen yang berkaitan dengan manusia dengan segala kompleksitasnya secara komprehensif yang menandingi muatan al-Qur’an, al-Qur’an tidak hanya berbicara tentang hubungan hamba dengan Tuhannya tetapi juga berbicara tentang ke”manusia”an manusia, baik dalam bidang ilmu pengetahuan, hukum, sosial dan semacamnya. Dan semua hal itu banyak diuraikan dalam kitab-kitab tafsir yang dikarang oleh para mufassir.
Mengetahui latar belakang dari seorang mufassir serta metode yang digunakan dalam tafsirnya merupakan salah satu faktor yang penting dalam memahami sebuah kitab tafsir karena kehidupan seorang mufassir mulai dari latar belakang keluarga, pendidikan dan sosial-politik yang ada pada masanya, juga kecenderungan dan karakteristiknya merupakan sesuatu yang erat kaitannya dengan karya tafsir dari mufassir  tesebut, baik dalam metode atau aliran yang digunakan dalam kitab tafsirnya. Oleh karenanya mengenal keperibadian seorang mufassir mempunyai peranan yang penting untuk memahami sebuah kitab tafsir.
Salah satu mufassir yang muncul pada dekade abad 20-an adalah Muhammad Abduh dan Rashi>d Rid}a>, dengan kitab karya tafsirnya  al-Mana>r, dimana dalam hal ini makalah ini akan membahas dua tokoh tersebut dengan karya tafsirnya.

Minggu, 07 Juli 2013

صحيح مسلم

Moh. Hasyim Abd. Qadir


المقدمة
الحمد لله رب العالمين الذي أنزل على عبده الكتاب ليكون للعالمين نذيرا . والصلاة والسلام على سيدنا محمد بن عبد الله الذي أرسله الله تعالى رحمة للناس وآتاه الحكمة وجوامع الكلم وعلمه ما لم يكن يعلم وكان فضل الله عليه عظيما وعلى آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين
 أما بعد فإن السنة هي المصدر التشريعي الثاني - من المصادر المتفق عليها لدى المسلمين - بعد كتاب الله عز و جل فهي أصل من أصول الدين ومنها خصيب للتشريع ودليل أساسي من أدلة الأحكام تعرفنا حكم الله سبحانه وتعالى في كل كبير وصغير فهي جامعة مانعة عامة شاملة لا تفوتها شاردة ولا واردة إلا وقد أعطتها حكما شرعيا فيها بيان لما كان وما سيكون وفيها تنظيم عملي رائع لشؤون الحياة مستوحى عن الله تعالى خالق الحياة ومن يحيا ومرتبط بمالك الملك والملكوت الذي لا يعزب عنه مثقال ذرة في الأرض ولا في السماء . فقلما تحدث حادثة أو تنزل نازلة إلا ونجد في السنة المطهرة الحكم الشافي والبيان الوافي لها .
فهذه الكتابة مقالة تحت الموضوع "صحيح مسلم" 

Sabtu, 29 Juni 2013

علم المتن

Moh. Hasyim Abd. Qadir
علم المتن
المتن: هو ما انتهى إليه السند من الكلام.
وهو المقصود من أبحاث المصطلح، ليعرف ما تقبل نسبته إلى قائله، ومالا يقبل، وقد سبق ضابط ذلك في الباب السابق بحمد اله تعالى.
وقد تعرض المحدثون لدراسة المتن من جوانبه العديدة الأخرى استكمالا لبحثهم في القبول والرد، واستيفاءًا لما يحتاج إليه الباحث. ولدى استقراء هذه الأنواع من علوم الحديث وجد أنه يمكن تقسيمها إلى ثلاث زمر هي:
أولا: علوم المتن من حيث قائله، وهي أربع:
                  ·الحديث القدسي،
                  ·المرفوع،
                  · الموقوف،
                  ·المقطوع.
ثانيا: علوم شارحة للمتن، يبحث منها:
                  ·غريب الحديث،
                  ·أسباب ورود الحديث،
                  ·ناسخ الحديث ومنسوخه،
                  ·مختلف الحديث،
                  ·محكم الحديث.
ثالثا : علوم تنشأ من مقابلة المتن المروي بالروايات والأحاديث
الأخرى.

Jumat, 28 Juni 2013

Aborsi

oleh: Moh. Hasyim Abd. Qadir


PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang manyoritas penduduknya beragama Islam dan kental dengan adat ketimuran, ini melambangkan Indonesia sebagai negara yang serat akan nilai-nilai relegius, namun dewasa ini kesan tersebut mulai dicederai dengan berbagai kasus yang bisa menghilangkan nilai-nilai tersebut, ini terjadi khususnya didunia anak muda, salah satunya adalah maraknya kasus aborsi. 
Wacana kasus aborsi yang terjadi di Indonesia  banyak termotifasi dari akibat pergaulan bebas, mulai dari bangku sekolah, perguruan tinggi sampai eksekutif muda dan berbagai kalangan lainnya, sungguh memprihatinkan bila hal semacam ini terus menurus terjadi dalam masyarakat Indonesia karena kasus ini bisa memporak-porandakan nilai-nilai normatif yang ada.
Aborsi bukan sekedar masalah agama semata tapi ini juga berkaitan dengan problem sosial (etika/moral) selain juga ada keterkaitan dengan medis, namun penekanan bahasan disini adalah pandangan Islam dan hukum positif  terhadap aborsi dan bagaimana sanksi hukum bagi pelaku aborsi itu sendiri, sehingga kiranya ini bisa menjadi telaah masyarakat khususnya kaum remaja.

Jumat, 21 Juni 2013

Shi'ah Imamiyah, Ismailiyah dan Zaydiyah

oleh: Moh. Hasyim Abd. Qadir


 PENDAHULUAN
Beragamnya pemikiran, aliran dan sekte dalam satu sisi adalah sebuah kearifan dimana memberikan ruang keleluasaan dalam memahami sebuah obyek dan mengaktualisasikan fungsi logika dalam bernalar namun disisi yang lain keragaman dan perbedaan bisa menjadi momok yang menakutkan untuk memecah belah kerukunan.
Dalam fakta historis, Islam kaya dengan khazanah keberagamanan pemikiran baik dalam bidang teologi, hukum, filsafat, tasawuf dan politik. Shi’ah adalah salah satu aliran teologi dalam Islam yang memiliki setidaknya lima sekte yaitu; kaisaniyah, zaidiyah, imamiyah, ghulat dan ismailiyah[1]. Sekte-sekte ini mucul karena dialektika imamah atau kepimimpinan[2] sesudah terbunuhnya Husain di karbala.      

“Filsafat al-‘Ilm fi al-Qarn al-‘Ishrin” Karya Yumna Tarif al-Khuli

oleh: Moh. Hasyim Abd. Qadir



BAHASAN
1.    Ilmu Dalam Kajian Filosofis-Historisnya
Dikatakan bahwa ilmu tidak memikirkan tentang dirinya sendiri, karena tugas  ilmu adalah sebagi pembenaran dan melakukan pembaharuan dan keberadaan ilmu sendiri dalm sejarahnya adalah sejarah keberadaan akal manusia dengan interaksi antar akal dengan hal yang bersifat eksprimental dan visual, oleh sebab ilmu tidak memikirkan tentang dirinya sendiri, maka disinilah peran filsafat ilmu dengan menjelaskan metodologi-metodologi ilmu, karakteristik ilmiah, syarat-syaratnya dan lain sebagainya yang secara general ini disebut sebagia epistimologi, maka filsafat ilmu merupakan satu-satunya media resmi dalam membicarakam tentang seluk-beluk ilmu dan ia diperlukan untuk memahami esensi suatu ilmu.
Filsafat ilmu menjadi pembahsan akademik secara murni pada paru pertama abad sembilan belas dan pada abad sembilan belas inilah ilmu modern mulai tumbuh dan berkembang pesat, tapi walaupun demikian tokoh yang meletakkan dasar-dasar perkembangan ilmu modern adalah: R. Descartes (1596-1650) yang disebut sebagai bapak filsafat modern  yang berasumsi bahwa akal merupakan barometer berpikir manusia untuk mengetahui segala sesuatu, dan F. Bacon (1561-1626) yang disebut sebagai bapak Empirisme yang beranggapan bahwa pengetahaun yang benar adalah pengetahuan yang diterima melalui inderawi dan fakta atau kenyataan.

Tafsir Sufi

oleh: Moh. Hasyim Abd. Qadir

PENDAHULUAN
Al-Qur’an adalah kitab yang hidup, ia tidak diturunkan diruang yang kosong melainkan ia selalu berinteraksi dengan keberadaan manusia, karenanya tidak dapat dipungkiri walaupun kebenaran al-Qur’an bersifat absolute namun kecenderungan manusia dalam tendensi berpikirnya akan melahirkan bergai macam corak dan aliran penafsiran, namun hal ini perlu disikapi sebagai khazanah dalam “menghidupkan” ayat-ayat al-Quran, dan salah satu diantara aliran penafsiran yang berkembang adalah tafsir sufi.
Ada wacana yang berhembus tentang kontroversialnya aliran penafsiran tafsir sufi dengan produk tafsirnya, hal ini tidak bisa disebabakan oleh keterkaitannya tafsir sufi dengan ciri utama Tasawuf yang lebih menekankan dzauq (rasa) maka yang dimunculkan dalam penafsirannya lebih pada dimensi esoteris (ruhani, batiniah), dengan hal inilah tafsir sufi terlihat berbeda dengan tafsir yang lain, maka tidak jarang bila tafsir sufi kadang disebut juga ta’wil karena tafsir sufi banyak berhubungan dengan “rahasia-rahasia” di balik teks lahiriah (literal).